10 Kedelai Unggulan Dilepas, Kualitas Kalahkan Jenis Impor

Malang – Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) sejak tahun 1998 telah melepas sebanyak 10 varietas kedelai unggulan. Kesepuluh varietas kedelai ini memiliki kualitas yang lebih unggul dibanding kedelai impor.

“Kedelai varietas unggul ini memiliki biji besar dan kandungan protein mencapai 42 persen,” jelas plant breeder Balitkabi, Astanto Kasno di kantornya.Bibit varietas unggulan yang telah dilepas adalah Burangrang, Anjasmoro, Argomulyo, Panderman, Argopuro, Gumitir, Baluran, Bromo, Merubetiri, dan Mahameru.

Selain itu, hasil produksi kedelai optimal mencapai 2 ton per hektar dengan masa tanam sekitar 75 hari atau maksimal tiga bulan. “Cita rasanya juga lebih enak dibanding kedelai impor, karena masih fresh dari panen. Sementara kedelai impor umumnya hasil panen tahun lalu,” katanya.

Dia juga membantah bila selama ini kualitas kedelai lokal kala dibanding kedelai impor. Bahkan, mereka pernah membandingkan berbahan baku tempe dan tahu lokal jauh lebih tahan lama dan terasa lebih gurih.”Tempe berbahan kedelai lokal cepat busuk, karena pasca panen petani tidak melakukan pegeringan secara maksimal. Sehingga, tingkat kekeringannya berbeda-beda,” terangnya.

Permasalahannya, kini hanya sekitar 10 % petani yang menggunakan kedelai varietas baru karena sosialisasinya yang terbatas. Selain itu, penyedia pengayaan benih juga tidak merata, bila lancar seharusnya dalam tempo 4 musim benih telah sampai ke tingkat petani. “Kita tidak bisa intervensi Dinas Pertanian dan produsen yang mengembangkan bibitnya,” tuturnya.

Selama ini, petani juga tidak bisa memenuhi kebutuhan nasional sebesar 2,25 juta ton per tahun. Petani baru mampu mensuplai sebanyak 650 ribu ton per tahun. Alasannya, luas lahan areal kebun kedelai menyusut 60 persen atau menjadi 600 ribu Hektar (Ha), tahun 1992 pernah mencapai 1,1 Ha dan berhasil swasembada kedelai.

“Masalahnya selama ini para petani lebih memilih menanam selain kedelai. Alasannya, karena harga kedelai lokal jauh lebih murah dibanding kedelai impor. Ditambah lagi kedelai lokal juga dianggap tidak memberi keuntungan yang lebih kompetitif dibanding komoditi lain seperti jagung misalnya,” tambah Astanto.

Selain itu, tanaman kedelai oleh petani hanya digunakan sebagai tanaan sekunder setelah menanam padi. Menurunnya, produksi kedelai saat itu terjadi akibat harga kedelai tidak kompetitif dan kalah dengan tanaman lain seperti jagung dan padi.

Dengan kondisi harga kedelai yang melambung seperti saat ini, saatnya bagi para petani untuk beralih menanam kedelai biji besar. Sebab harga kedelai di sawah saat ini mencapai Rp 6 ribu per kilogram. Dengan modal tanam Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta per Ha, akan menghasilkan 1,3 ton.

Petani sudah akan meraup untung besar, sebab dengan harga jual Rp 3.900 per kilogram saja, petani sudah impas atau break event point (BEP). “Apalagi sekarang harganya Rp 6 ribu per kilogram,” jelasnya.(fir.06)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *