Kacang kedelai yang banyak ditemukan di pasar tradisional di Medan rata-rata dipasok dari produksi kedelai lokal dan kedelai impor yang berasal dari Brasil. Untuk saat ini, kebutuhan kedelai di Indonesia sebanyak 2,4 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta ton merupakan kedelai impor dan sisanya 600.000 ton adalah kedelai lokal.
edelai impor masih lebih diminati oleh masyarakat, terutama pengusaha minuman maupun pengrajin tahu dan tempe yang menggunakan kacang kedelai sebagai bahan baku untuk produksinya. Selain karena produksi kedelai lokal tidak bisa memenuhi stok dalam negeri, mutu dan kualitas kedelai impor yang jauh lebih bagus menjadi alasan kenapa kedelai impor ini lebih laris manis di pasaran.
Beberapa pedagang menjual kacang kedelai impor dengan harga Rp 8.500 per kg, sedangkan kedelai lokal dijual dengan harga Rp 8.000 per kg. Perbedaan bentuk dan ukuran menjadi alasan utama masyarakat lebih memilih jenis kedelai impor.
Salah satu pedagang kedelai di Pusat Pasar, Hasnah, menjelaskan, kualitas kedelai impor memang lebih bagus karena ukuran bijinya lebih besar dan warnanya putih bersih. “Pengrajin tahu dan tempe yang sering belanja ke sini mengatakan hasil produksinya lebih bagus hasilnya dan rasanya pun lebih enak,” jelasnya.
Diakuinya, selain para pengrajin tahu dan tempe, ada juga beberapa pengusaha minuman yang menggunakan bahan kedelai. Hasnah mengatakan, alasan mereka lebih memilih kedelai impor karena selain proteinnya tinggi, kadar lemaknya juga rendah. Meski di pasaran harga kedelai impor cenderung lebih mahal, namun permintaan tetap tinggi hingga para pedagang pun lebih memilih menjual kedelai impor. “Sejak harga naik, permintaan kacang kedelai tetap tinggi terutama yang impor,” kata Hasnah.(fir.05)